PEMIMPIN
IDAMAN DI MASA DEPAN
Indonesia
kini, sering kita saksikan para pemimpin negeri ini “sangat akrab” dengan
media. Mulai dari media cetak, hingga media elektronik. Namun yang disayangkan,
“keakraban” itu bukannya berkonotasi positif, melainkan negatif. Kasus korupsi,
skandal daging sapi, ketidak becusan dalam memakmurkan daerahnya, dan beragam
berita negatif lainnya, telah amat sering dan rutin mewarnai hari-hari
masyarakat. Uang rakyat yang seharusnya dikelola untuk kemakmuran rakyat,
justru beralih fungsi untuk kemakmuran oknum-oknum tertentu. Sungguh, rakyat
sudah teramat rindu dengan sosok pemimpin yang cerdas, jujur, amanah dan
transparan. Cerdas menyelesaikan masalah, jujur untuk memimpin bangsa secara
bijak, amanah alias dapat dipercaya, dan transparan dalam menyampaikan laporan
keuangan kepada rakyat. Rakyat sebagai pemilik anggaran belanja negara, sudah
sepantasnya tahu akan dan telah diapakan uang mereka. Hal ini sejalan dengan
ideologi negara yang menganut demokrasi. Sebagaimana secara jelas tergambar
pada namanya, demokrasi adalah sebuah ideologi yang memiliki cita-cita, yaitu
tercapainya kemakmuran rakyat secara sempurna. Sempurna baik dalam cara
mencapai, proses, dan hasilnya. Dalam ideologi demokrasi, rakyat ditempatkan
sebagai tujuan tercapainya kemakmuran. Sedangkan pemerintah adalah pelayan
rakyat guna tercapainya tujuan itu.
Menarik
untuk dilihat fenomena yang terjadi belakangan ini. Pemilu yang menurut
pemerintah adalah pestanya rakyat, perlu dikaji terlebih dahulu. Apakah selepas
pemilu berlangsung akan ada dampak secara nyata yang dirasakan rakyat. Bukan
hanya klaim kesuksesan dari pemerintah semata, tetapi juga melihat dari fakta
yang ada. Yang diinginkan rakyat, bukanlah angka pertumbuhan ekonomi yang
positif menurut pemerintah. Bukan pula pendapat per kapita negara yang lebih
tinggi dari tahun sebelumnya. Yang diinginkan rakyat adalah jaminan
tercukupinya kebutuhan primer mereka, atau juga kebutuhan sekunder. Tempat
tinggal yang layak huni, lapangan kerja yang semakin luas, pendapatan di atas
UMR, akses pendidikan dan kesehatan yang terjangkau, dan terjaminnya
kebutuhan-kebutuhan mendasar lainnya, menjadi sebuah cita-cita yang ingin
dirasakan oleh setiap warga negara kita. Sosok pemimpin yang bisa mewujudkan
cita-cita itu, sangat dirindukan oleh rakyat dengan segera.
Jadi,
kini sudah sepantasnya rakyat lebih bijak dalam memilih pemimpin mereka dalam
pemilu kali ini. Bukan memilih calon-calon yang sekedar menyampaikan
janji-janji, politik uang berkedok bakti sosial, tebar pesona di ruang media,
bahkan memasang foto selfie di hampir semua tempat. Tapi yang diinginkan rakyat
adalah pemimpin yang mau dengan senang hati mendengar keluh kesah mereka,
memahami permasalahan mereka, dan dengan sungguh-sungguh mau memecahkan masalah
mereka.
Menurut
pandangan saya, rakyat saat ini telah lebih dari cukup mengetahui perihal mana
yang baik dan mana yang tidak. Mereka tentu telah bisa menilai kualitas dari
para calon pemimpin mereka. Persoalan yang tersisa adalah, apakah mereka lebih
memilih tercebur dalam godaan yang ditawarkan para calon yang tidak baik, yang
mana kenikmatan yang ditawarkan hanya sesaat (dalam hal ini termakan politik
uang), dan kemudian berganti dengan kekecewaan selama 5 tahun terhadap kinerja
calon yang dipilih? Atau, apakah mereka akan dengan bijak dan teguh memilih
calon pemimpin yang mana kelak membawa mereka pada tercapainya cita-cita yang
diinginkan? Persoalan ini hanya bisa dijawab oleh rakyat sendiri. Masa depan
mereka selama 5 tahun, ditentukan oleh keputusan mereka dalam satu hari
(pemilu). Begitulah demokrasi. Sesuai namanya, demokrasi yang berarti demos:
rakyat, dan cratos: suara, nasib mereka ditentukan oleh pilihan (suara) mereka
sendiri.
No comments:
Post a Comment